"Tanamkanlah kesadaran yang mendalam tentang keagungan dan kebesaran Allah SWT. Jangan takut kepada siapapun atau mengharapkan suatu manfaat dari siapapun melainkan Allah Azza Wa Jalla. Serahkan segala kebergantunganmu kepada-NYA dan hendaklah kamu yakin kepada-NYA. Apa jua benda yang kamu perlukan, maka hadapkanlah keperluanmu itu kepada Allah SWT dengan penuh rasa keyakinan bahwa keperluanmu itu akan dipenuhi"

Senin, 28 Februari 2011

RENUNGAN DI PENGHUJUNG BULAN

Posted by Nisfiyah Sya'baniyah Munir 02.49, under | No comments

RENUNGAN DI PENGHUJUNG BULAN

By: Sya`baniyah Munir

Kubaca Firman Persaudaraan

Ketika kubaca FirmanNya, “ Sungguh tiap mukmin bersaudara”

Aku merasa, kadang ukhuwah tak perlu dirisaukan

Tak perlu, karena ia hanyalah akibat dari iman

Aku ingat pertemuan kita,

Dalam dua detik, dua detik saja

Aku telah merasakan perkenalan, bahkan kesepakatan

Itulah ruh-ruh kita yang saling sapa, berpeluk mesra

Dengan iman yang menyala, mereka telah mufakat

Meski lisan belum saling sebut nama, dan tangan belum berjabat

Ya, kubaca lagi FirmanNya, “Sungguh, tiap mukmin bersaudara”

Aku makin tahu, persaudaraan tak perlu dirisaukan

Karena saat ikatan melemah, saat keakraban kita merapuh

Saat salam terasa menyakitkan, saat kebersamaan serasa siksaan

Saat pemberian bagai bara api, saat kebajikan justru melukai

Aku tahu, yang rombeng bukan ukhuwah kita

Hanya iman- iman kita yang sedang sakit, atau mengerdil

Mungkin kedua-duanya, mungkin kau saja

Tentu terlebih sering, imankulah yang compang camping

Kubaca Firman persaudaraan

Dan aku mungkin tahu, mengapa di kala lain diancamkan,

“Para kekasih pada hari itu, sebagian menjadi musuh sebagian yang lain…

Kecuali orang-orang yang bertaqwa”

( Dalam Dekapan Ukhuwah, Salim A Fillah Hal 31 )

********************************************

Aku teringat Keluarga ,saudara dan sahabatku…

Aku teringat kawanku, dan orang yang pernah didepanku tersenyum padu.

Alangkah indahnya hidup ini,Allah telah mempertemukan kita.Dengan perbedaan.

Aku merasa bersalah,saat aku tak bisa menemui dan membantumu.

Aku merasa hina,saat diri ini lengah untuk menyapa dan terkadang bebpaling darimu.mungkin krn ego dan kesibukan.

Mendamba kerinduan dalam ukhuwah….

Apa kau percaya jika hati selalu mengikuti cinta pergi?

Bila kau diposisi itu,apakah kau rela melepaskan semua pekerjaan mapan bahkan kenyamanan hidup demi selalu berada disi-Nya?

Tak ada yang menjajikan semua pasti baik2 saja.

Bisa jadi kemudian ku mengeluh,merutuk bahkan menangis karena kerasnya hari-hari yang kuhadapi

Tapi kemudian Dia menggenggam tanganmu berusaha menyakinkanmu

Ku meragu,tapi jg tdk bisa menolak tawaran cintanya

Pelan2 ku melanjutkan langkah menetapkan hati berjalan kearah-Nya yang bersiap2 menyambut dg pelukan

Kali ini,ku tak bisa membantah…

Ku tahu,sejauh apapun kau pergi

Hatimu selalu kepada-Nya

Kepada Cinta….

^_^PLEASE FOR GIVE ME

****************************************************

Apa yang telah kupersembahkan untuk orang=orang disekitarku???

Februari,prestasi apa yang kuukir?

Januari,amalan apa yang aku berikan?

Yaa Rabb,,,Ampuni hamba –Mu ini…

Saat terlambat shalat,saat lupa dzikir,saat menghiraukan sapaan saudara dan saat lupa akan nasehat orang tua.

Alhamdulillah,diakhir bulan ini adalah hari senin.Dimana aktivitas baru dimulai diawal minggu pekan dan amal ibadah dilipat gandakan.Alangkah indahnya jika bisa istiqomah puasa senin.Dan membantu orang lain.Ada saja tantangan dan cobaannya.Terik panas mencoba menguatkan langkahku untuk berjuang,derah hujan mencoba menerpa perjalananku.Tapi aku harus melanjutkan pengembarahanku.

Menjadi lebih baik…..

Allahuyusahhiluna…yassirlana………

___________________________________________________

#MINU Waru

#SMK Mahardika

#Was Raining,canceled to Challege

Sabtu, 05 Februari 2011

Dari Baca Buku,Harus Membuat Buku!!!

Posted by Nisfiyah Sya'baniyah Munir 09.23, under | No comments

Inilah kali pertamaku,berjumpa langsung bersama penulis buku inspirasi...Aku harus bisa menyusul mereka!!!Dari membaca buku,aku harus membuat buku yg menginspirasikan dan layak untuk diterbitkan.Mereka keluarga baruku,mereka inspirasiku. Aku harus belajar dan mendokumentasikan seluruh rekaman hidupku.Allah tidak akan pernah menciptakan sesuatu itu sia-sia,maka aku tak boleh menyia-nyiakan sisa hidupku dg hal-hal yg tidak bermanfaat bagi yg lain.Karena sebaik-baik manusia adalah yg bermanfaat bagi yg lain.Dan orang sukses itu dikala bisa mensukseskan yg lain.

Lawanlah, meski dengan menulis

Saat-saat di mana kita tak memiliki tenaga untuk melawan, kita masih bisa menulis. Saat-saat di mana suara kita dibungkam, kita masih bisa menulis. Saat-saat fisik kita dipenjara, kita masih bisa menulis. Lakukanlah perlawanan, meski dengan hanya menulis.

Memang, menulis bukan satu-satunya cara untuk melakukan perlawanan, tetapi menulis bisa menjadi satu cara untuk tetap menumbuhkan semangat perlawanan. Saat kita terdesak tak punya saluran untuk menyuarakan pendapat kita, menulis menjadi media untuk menggelontorkan gagasan dan pendapat kita agar dibaca banyak orang. Anne Frank, dalam ‘kesendiriannya’ menulis buku harian. Catatan harian itu ditulis Anne selama masa persembunyian di Prinsengracht–menghindari kejaran pasukan Nazi. Di kemudian hari, tepatnya tahun 1947, catatannya diterbitkan. Meski sekadar menulis catatan kecil, tapi ia berhasil merekam jejak kehidupan selama ia berada dalam kondisi tertekan. Dengan wawasannya, dia menyingkapkan hubungan antara delapan orang yang hidup di bawah kondisi yang luar biasa, menghadapi kelaparan, ancaman ketahuan dan dibunuh yang senantiasa hadir, sepenuhnya terasing dari dunia luar, dan terutama, kebosanan, kesalahpahaman yang remeh, serta frustrasi hidup di bawah ketegangan tak tertahankan, dalam tempat tinggal yang terbatasi.

Mengomentari catatannya ini, Chicago Tribune menulis: “Catatan Harian ini mengungkapkan impian-impian, kegetiran hidup, perjuangan, dan emosi…Memperingati setengah abad lebih Berakhirnya Perang Dunia II, Ada Baiknya kita membaca kembali sebuah kesaksian akan perjuangan jiwa dalam mengarungi sisi kejam kehidupan dunia.”

Okelah, ini satu contoh. Betapa dalam kondisi terjepit pun, kita bisa melawan–atau setidaknya–memberikan kabar kepada siapapun bahwa diri kita sedang terjepit. Menulis, adalah salah satu cara untuk memperjuangkannya.

Banyak kisah lain yang menceritakan bahwa menulis adalah satu bentuk perlawanan. Syeikh Sayyid Quthb, melalui buku-bukunya jelas melakukan perlawanan terhadap segala bentuk kezaliman yang ada pada saat itu. Ketika fisiknya dibatas oleh jeruji penjara, ia tetap bisa melawan: dengan menulis. Buya Hamka, tetap bisa berdakwah, bisa berbagi ilmu, bisa melakukan perlawanan dengan menulis. Ketika beliau dipenjara, beliau tetap menulis dan bahkan ada satu karya fenomenal, yakni Tafsir al-Azhar. Menulis, satu bentuk usaha untuk melawan dan menaklukan tantangan hidup. Menulis menjadi senjata untuk melakukan perang opini.

Kita, generasi mutaakhirin ini, masih bisa membaca kisah-kisah heroik teladan kita di masa lalu. Rasulullah saw. melalui para sahabatnya yang bisa membaca dan menulis mengabarkan berdirinya kekuatan baru, negara Islam di Madinah, melalui surat-surat yang dikirim kepada para penguasa di sekitar Jazirah Arab. Secara tidak langsung, surat-surat yang ditulis itu sekaligus mengumumkan perlawanan kepada mereka. Bahwa ada kekuatan baru untuk menghentikan problem kehidupan yang terjadi saat itu. Ada yang menerima dan ada yang menolak. Kaisar Persia tak terima, maka dirobeklah surat dari Rasulullah saw. yang dibawa Abdullah bin Hudzafah as-Sahmy. Heraklius, Kaisar Romawi juga menolak dengan halus ketika menyampaikan pesan kepada Dhihya al-Kalbi, sahabat yang diutus Rasulullah saw. mengantarkan surat kepadanya: “Sampaikanlah berita kepada pembesarmu itu, bahwa aku tahu dia memang benar Nabi,tetapi apa daya, aku tak dapat berbuat apa-apa. Aku tak mau ditumbangkan dari kerajaanku.”

Rasulullah saw. bersabda ketika surat yang dibawa utusannya dirobek-robek oleh Kisra: “Semoga Allah merobek-robek kerajaannya pula.” Ketika Heraklius menolak dengan halus, Rasulullah saw. hanya berkomentar pendek, “sa uhaajim al-ruum min uqri baitii” (Akan aku perangi Romawi dari dalam rumahku). Ucapan Nabi saw. ini bukan genderang perang, ia hanya berdiplomasi. Tidak ada ancaman fisik dan juga tidak menyakitkan pihak lawan. Ucapan itu justru menunjukkan keagungan risalah yang dibawanya, bahwa dari suatu komunitas kecil di jazirah Arab yang tandus, Nabi yakin Islam akan berkembang menjadi peradaban yang kelak akan mengalahkan Romawi.

Dan Nabi benar, pada tahun 700-an, tidak lebih dari setengah abad sesudah wafatnya Nabi Muhammad saw. (632 M), ummat Islam telah tersebar ke kawasan Asia Barat dan Afrika Utara, dua kawasan yang dulunya jatuh ke tangan Alexander the Great. Selanjutnya, kaum muslimin memasuki kawasan yang telah lama dikuasai oleh Kristen dengan tanpa perlawanan yang berarti. Menurut William R Cook pada tahun 711 M: “713 kerajaan Kristen di kawasan Laut Tengah jatuh ke tangan Muslim dengan tanpa pertempuran, meskipun pada abad ke 7 kawasan itu cukup makmur. Bahkan selama kurang lebih 300 tahun hampir keseluruhan kawasan itu dapat menjadi Muslim.”

Menulis adalah bagian dari perjuangan: melawan; menggerakkan. Tulisan yang mencerahkan mampu mengobarkan semangat dan menggerakkan kekuatan untuk melakukan perlawanan.

Jika Theodor Herzl menulis Der Judenstaat (1896) yang menginspirasi banyak kaum Yahudi untuk mendirikan negara Israel pada 1948 (sekitar 50 tahun setelah buku itu ditulis), kita juga bisa menggerakkan gelombang perlawanan–salah satunya–melalui tulisan. Sekaligus mengabarkan bahwa kaum muslimin juga bisa kembali punya kekuatan yang mendunia–sebagaimana sudah dirintis dan dibuktikan oleh Rasulullah saw., para sahabatnya dan seluruh khalifah hingga terakhir di Turki Utsmani yang berakhir pada 1924. Kita bisa membaca kisah masa lalu, melalui sebuah tulisan. Kita memiliki al-Quran, yakni kalamullah (ucapan Allah) yang ditulis kembali untuk dibaca umat manusia seluruh dunia. Kitab yang mampu memberikan penjelasan, memberikan kabar gembira dan peringatan.

Ya, menulis adalah salah satu cara dalam melakukan perlawanan. Selain tentunya menulis untuk berbagi informasi, berbagi wawasan, berbagi ilmu.

Akhirul keyboard, menulislah terus, dan teruslah menulis agar semangat perlawanan dan perjuangan tak pernah henti. Napoleon Bonaparte pernah berkomentar: “Aku lebih suka menghadapi seribu tentara daripada satu orang penulis”. Ya, seorang jenderal bisa mengerahkan kekuatan seribu tentara, tapi seorang penulis bisa saja menginspirasi ribuan, puluhan ribu, ratusan ribu, atau bahkan jutaan orang untuk melakukan perlawanan. Jangan berhenti nulis!

Salam perjuangan dan kemenangan ideologi Islam,

O. Solihin

http://menuliskreatif.com/2010/03/lawanlah-meski-dengan-menulis/

#AKAN KU UKIR SEJARAH HIDUPKU, AGAMAKU SEBAGAI PENOPANG,TUHANKU ALLAH SWT SEBAGAI PENGUASA JAGAD RAYA DAN SINGGASANA DUNIA AKHIRAT AKAN KU RAIH BERSAMA KERIDHOAANNYA,BERSAMA DOA ORANG TUA,SAUDARA&INSPIRASI TERCINTA^_^

Keraton Ku Jogjakarta

Posted by Nisfiyah Sya'baniyah Munir 08.44, under | No comments

Keraton identik dengan tempat yg sangat sakral...Namun keratonku sanagtlah unik dan selalu ku kenang dikala suka maupun duka.Ya,keratonku YOGYAKARTA.Disana banyak sejarah yg ku ukir,sejarah dalam diriku...Meski aku belum menjadi penulis di Leutika Yogyakarta,tapi aku berusaha mengarah kesana,menerbitkan buku sejarah hidupku yg akan menginspirasikan orang lain...

#Ku ingin menembus impianku disana...Meski belum lolos,belum diberi kesempatan disana,tapi Allah akan memberiku jalan agar aku bisa berusaha lebih keras lagi dan belajar banyak dari kehidupan ini...

#Setelah gempa di bantul,akhirnya aku bisa disana menikmati indahnya keagungan-Nya...

#Setelah letusan merapi,akhirnya aku bisa beramal sekaligus bertadabbur akan kehendak-Nya, mengubah keindahan menjadi teguran...

Sleman,Klaten,Magelang.1 Februari 2011

Beberapa hari yg lalu,saya dan 3 kawan senior mengikuti baktike daerah bencana merapi yg terjadi beberapa bulan yg lalu.Mendapat amanah sebagai relawan.Namun hal ini cukuplah mengemban tanggung jawab dan jihad yang luar biasa.Tapi menurut saya,bantuan ini tidaklah cukup dan sangat disayangkan sekali jika hanya segelintir orang yg peduli.Meski

hartapas-pasan,alangkah indahnya jika kekuatan kita korbankan...

Ternyata kesempatan ini digunakan sebagai lahan dakwah pemurtadan.Dengan adanya ucok gondrong yg melebar didaerah bencana merapi,iya...ekonomi yg mendesak menjadikan kesempatan para suster mendampingi bahkan siap siaga 24 jam dari pasca bencana sampai detik ini.

Sangat disayangkan sekali,dan rasanya sedih...jika saat2 kesedihan mereka diisi oleh hiburan2 para ucok gondrong,sehingga lalai akan ibadah.Anak2 kecil dialihkan pemikirannya dengan tontonan2,pemuda pemudi berjogat ria dan ibu2 berpangku hanya menunggu dapur masakan dari suster."Kenapa aku tidak bisa mendampingi anank2 kecil itu?andai ada kesempatan,mereka akan kuajak bermain sambil belajar".Renungku.

Alhamdulillah,pasca bencana tersalurkan 2.286 Kambing dan 53 Sapi telah terdistribusi ke Desa-Desa, Dhuafa dan Daerah Bencana di Merapi,pelatihan da`i2 dan tepat diawal bulan ada kesempatan menyalurkan alat2 tulis...

Tapi menurutku alangkah indahnya jikalau usai menyalurkan,ada lagi kesempatan untuk mengarahkan,,,saya tidak ingin mereka kehilangan masa depan dan berhenti berharap hanya karena musibah yg menguji.Setelah lahar panas dan lahar dingin yg tak terhenti,sampai detik ini aliran air pun membanjiri.

Sebelum survei tempat,Bpk Jazir ketua Relawan Masjid telah menyatakan bahwa Ormas islam atau relawan seharusnya lebih peduli akan hal ini.Dengan menyalurkan bantuan,mencegah kristenisasi dan tetap mempertahankan masjid sebagai wadah kebersamaan untuk menemukan kedamaian.Namun itu semua masih terkalahkan oleh Ucok Gondrong dan suster yg masih setia 24 jam.Mana ada ibu2 bpk2 Ormas islam yg semilitan itu?Seperti perjuangan suster2 yg mau berjuang,lalu apa yg mereka cari hingga mati2an berdakwah untuk agama.Adanya tong2 air disetiap titik pengungsian,dll

Sebenarnya apa yg mereka cari???Sudah hampir 5000an penduduk di

nyatakan murtad,,,

Pena Bangsa YDSF menyalurkan 700 tas dan paket alat tulis.Yang diberikan pada anak2 di daerah Bale Rante Kemalang Klaten 33 paket,KinahRejo 13 Paket,Cangkringan Sleman 317 paket,Sirahan Salam Magelang 178 paket dan sisanya di masjid Jogokariya.

"Alangkah indahnya ya,jika aku dan kawan2 bisa mengajarinya,belajar dan bermain bersama serta berkarya" keluhku dan sempat saya sampaikan jga opiniku pd team.Tapi karena terbatasnya logistik serta manajemen.

Saya pikir rencana 3hari disana merupakan kesempatan emas membuat mereka bangkit,tapi sudah cukup sehari bersama meraka,secuil senyuman manis...

Oleh-oleh salak abu vulkanik pun tak apalah,yg penting bisa dima

kan bersama diperjalanan pulang untuk mengganjal perut keroncongan,bersama hujan deras yg mengiringi kepergian dan kepulangan kita...

Subhanallah...ini merupakan keberuntungan buatku dan kita semua,

sampai saat ini masih bisa hidup

berkecukupan...Alhamdulillah,aku masi diberi kesempatan,aku harus terus belajar,beramal dan senantiasa menyampaikan walau satu ayat....

Ku ingin ayahku seperti itu

Posted by Nisfiyah Sya'baniyah Munir 08.32, under | No comments

Argumentasi, Lelaki Shalih, dan Cinta

“Bila seorang laki-laki yang kamu ridhai agama dan akhlaqnya meminang,” kata Rasulullah mengandaikan sebuah kejadian sebagaimana dinukil Imam At Tirmidzi, “Maka, nikahkanlah dia.” Rasulullah memaksudkan perkataannya tentang lelaki shalih yang datang meminang putri seseorang.

“Apabila engkau tidak menikahkannya,” lanjut beliau tentang pinangan lelaki shalih itu, “Niscaya akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang meluas.” Di sini Rasulullah mengabarkan sebuah ancaman atau konsekuensi jika pinangan lelaki shalih itu ditolak oleh pihak yang dipinang. Ancamannya disebutkan secara umum berupa fitnah di muka bumi dan meluasnya kerusakan.

Bisa jadi perkataan Rasulullah ini menjadi hal yang sangat berat bagi para orangtua dan putri-putri mereka, terlebih lagi jika ancaman jika tidak menurutinya adalah fitnah dan kerusakan yang meluas di muka bumi. Kita bisa mengira-ngira jenis kerusakan apa yang akan muncul jika seseorang yang berniat melamar seseorang karena mempertahankan kesucian dirinya dan dihalang-halangi serta dipersulit urusan pernikahannya. Inilah salah satu jenis kerusakan yang banyak terjadi di dunia modern ini, meskipun banyak di antara mereka tidak meminang siapapun.

Mari kita belajar tentang pinangan lelaki shalih dari kisah cinta sahabat Rasulullah dari Persia, Salman Al Farisi. Dalam Jalan Cinta, Salim A Fillah mengisahkan romansa cintanya. Salman Al Farisi, lelaki Persia yang baru bebas dari perbudakan fisik dan perbudakan konsepsi hidup itu ternyata mencintai salah seorang muslimah shalihah dari Madinah. Ditemuinya saudara seimannya dari Madinah, Abud Darda’, untuk melamarkan sang perempuan untuknya.

“Saya,” katanya dengan aksen Madinah memperkenalkan diri pada pihak perempuan, “Adalah Abud Darda’.”

“Dan ini,” ujarnya seraya memperkenalkan si pelamar, “Adalah saudara saya, Salman Al Farisi.” Yang diperkenalkan tetap membisu. Jantungnya berdebar.

“Allah telah memuliakannya dengan Islam dan dia juga telah memuliakan Islam dengan amal dan jihadnya. Dia memiliki kedudukan yang utama di sisi Rasulullah, sampai-sampai beliau menyebutnya sebagai ahli bait-nya. Saya datang untuk mewakili saudara saya ini melamar putri Anda untuk dipersuntingnya,” tutur Abud Darda’ dengan fasih dan terang.

“Adalah kehormatan bagi kami,” jawab tuan rumah atas pinangan Salman, ”Menerima Anda berdua, sahabat Rasulullah yang mulia. Dan adalah kehormatan bagi keluarga ini bermenantukan seorang sahabat Rasulullah yang utama. Akan tetapi hak jawab ini sepenuhnya saya serahkan pada putri kami.” Yang dipinang pun ternyata berada di sebalik tabir ruang itu. Sang putri shalihah menanti dengan debaran hati yang tak pasti.

”Maafkan kami atas keterusterangan ini”, kata suara lembut itu. Ternyata sang ibu yang bicara mewakili putrinya. ”Tapi, karena Anda berdua yang datang, maka dengan mengharap ridha Allah, saya menjawab bahwa putri kami menolak pinangan Salman.”

Ah, romansa cinta Salman memang jadi indah di titik ini. Sebuah penolakan pinangan oleh orang yang dicintainya, tapi tidak mencintainya. Salman harus membenturkan dirinya dengan sebuah hukum cinta yang lain, keserasaan. Inilah yang tidak dimiliki antara Salman dan perempuan itu. Rasa itu hanya satu arah saja, bukan sepasang.

Salman ditolak. Padahal dia adalah lelaki shalih. Lelaki yang menurut Ali bin Abi Thalib adalah sosok perbendaharaan ilmu lama dan baru, serta lautan yang tak pernah kering. Ia memang dari Persia, tapi Rasulullah berkata tentangnya, “Salman Al Farisi dari keluarga kami, ahlul bait.” Lelaki yang bertekad kuat untuk membebaskan dirinya dari perbudakan dengan menebus diri seharga 300 tunas pohon kurma dan 40 uqiyah emas. Lelaki yang dengan kecerdasan pikirnya mengusulkan strategi perang parit dalam Perang Ahzab dan berhasil dimenangkan Islam dengan gemilang. Lelaki yang di kemudian hari dengan penuh amanah melaksanakan tugas dinasnya di Mada’in dengan mengendarai seekor keledai, sendirian. Lelaki yang pernah menolak pembangunan rumah dinas baginya, kecuali sekadar saja. Lelaki yang saking sederhana dalam jabatannya pernah dikira kuli panggul di wilayahnya sendiri. Lelaki yang di ujung sekaratnya merasa terlalu kaya, padahal di rumahnya tidak ada seberapa pun perkakas yang berharga. Lelaki shalih ini, Salman Al Farisi, ditolak pinangannya oleh perempuan yang dicintanya.

Salman ditolak. Alasannya ternyata sederhana saja. Dengarlah. “Namun, jika Abud Darda’ kemudian juga memiliki urusan yang sama, maka putri kami telah menyiapkan jawaban mengiyakan,” kata si ibu perempuan itu melanjutkan perkataannya. Anda mengerti? Si perempuan shalihah itu menolak lelaki shalih peminangnya karena ia mencintai lelaki yang lain. Ia mencintai si pengantar, Abud Darda’. Cinta adalah argumentasi yang shahih untuk menolak.

Ada juga kisah cinta yang lain. Abu Bakar Ash Shiddiq meminang Fathimah binti Muhammad kepada Rasulullah. Ia ingin mempererat kekerabatannya dengan Sang Rasul dengan pinangan itu. Saat itu usia Fathimah menjelang delapan belas tahun. Ia menjadi perempuan yang tumbuh sempurna dan menjadi idaman para lelaki yang ingin menikah. Keluhuran budi, kemuliaan akhlaq, kehormatan keturunan, dan keshalihahan jiwa menjadi penarik yang sangat kuat.

“Saya mohon kepadamu,” kata Abu Bakar kepada Rasulullah sebagaimana dikisahkan Anas dalam Fatimah Az Zahra, “Sudilah kiranya engkau menikahkan Fathimah denganku.” Dalam riwayat lain, Abu Bakar melamar melalui putrinya sekaligus Ummul Mukminin Aisyah.

Mendapat pinangan dari lelaki shalih itu, Rasulullah hanya terdiam dan berpaling. “Sesungguhnya, Fathimah masih kecil,” kata beliau dalam riwayat lain. “Hai Abu Bakar, tunggulah sampai ada keputusan,” kata Rasulullah. Yang terakhir ini diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d dalam Ath Thabaqat. Maksud Rasulullah dengan menunggu keputusan adalah keputusan dari Allah atas kondisi dan keadaan itu, apakah menerima pinangan itu atau tidak.

Ketika Umar bin Khathab mendengar cerita ini dari Abu Bakar langsung, ia mengatakan, “Hai Abu Bakar, beliau menolak pinanganmu.”

Kemudian Umar mengambil kesempatan itu. Ia mendatangi Rasulullah dan menyampaikan pinangannya untuk menikahi Fathimah binti Muhammad. Tujuannya tidak terlalu berbeda dengan Abu Bakar. Bahkan jawaban yang diberikan Rasulullah kepada Umar pun sama dengan jawaban yang diberikan kepada Abu Bakar. “Sesungguhnya, Fathimah masih kecil,” ujar beliau. “Tunggulah sampai ada keputusan,” kata Rasulullah.

Ketika Abu Bakar mendengar cerita ini dari Umar bin Khathab langsung, ia mengatakan, “Hai Umar, beliau menolak pinanganmu.”

Kita bisa membayangkan itu? Dua orang lelaki paling shalih di masa hidup Rasulullah pun ditolak pinangannya. Abu

Bakar adalah sahabat paling utama di antara seluruh sahabat yang ada. Kepercayaannya kepada Islam dan kerasulan begitu murni, tanpa reverse ataupun setitis keraguan. Karena itulah ia mendapat julukan Ash Shiddiq. Ia adalah lelaki yang disebutkan Al Qur’an sebagai pengiring jalan hijrah Rasulullah di dalam gua.

Ia adalah dai yang banyak memasukkan para pembesar Mekah dalam pelukan Islam.

Ia adalah pembebas budak-budak muslim yang senantiasa tertindas.

Ia adalah lelaki yang menginfakkan seluruh hartanya untuk jihad, dan hanya menyisakan Allah dan Rasul-Nya bagi seluruh keluarganya.

Ia adalah orang yang ingin diangkat sebagai kekasih oleh Rasulullah. Ia adalah salah satu lelaki yang telah dijamin menginjakkan tumitnya di kesejukan taman jannah. Namun, lelaki shalih ini ditolak pinangannya secara halus oleh Rasulullah.

Sementara, siapa tidak mengenal lelaki shalih lain bernama Umar bin Khathab. Ia adalah pembeda antara kebenaran dan kebathilan.

Ia dan Hamzah lah yang telah mengangkat kemuliaan kaum muslimin di masa-masa awal perkembangannya di Mekah. Ia lelaki yang seringkali firasatnya mendahului turunnya wahyu dan ayat-ayat ilahi kepada Rasulullah. Ia adalah lelaki yang dengan keberaniannya menantang kaum musyrikin saat ia akan berangkat hijrah, ia melambungkan nama Islam.

Ia lelaki yang sangat mencintai keadilan dan menegakkannya tatkala ia menggantikan posisi Rasulullah dan Abu Bakar di kemudian hari.

Ia pula yang di kemudian hari membuka kunci-kunci dunia dan membebaskan negeri-negeri untuk menerima cahaya Islam. Namun, lelaki shalih ini ditolak pinangannya secara halus oleh Rasulullah.

Mari kita simak kenapa pinangan dua lelaki shalih ini ditolak Rasulullah. Ketika itu, Ali bin Abi Thalib datang menemui Rasulullah. Shahabat-shahabatnya dari Anshar, keluarga, bahkan dalam sebuah riwayat termasuk pula dua lelaki shalih terdahulu mendorongnya untuk datang meminang Fathimah binti Muhammad kepada Rasulullah.

Ia menemui Rasulullah dan memberi salam.

“Hai anak Abu Thalib,” sapa Rasulullah pada Ali dengan nama kunyahnya, ”Ada perlu apa?”

Simaklah jawaban lugu yang disampaikan Ali kepada Rasulullah sebagaimana dinukil Ibnu Sa’d dalam Ath Thabaqat. “Aku terkenang pada Fathimah binti Rasulullah,” katanya lirih hampir tak terdengar. Dengar dan rasakan kepolosan dan kepasrahan dari setiap diksi yang terucap dari Ali bin Abi Thalib itu. Kepolosan dan kepasrahan seorang pecinta akan cintanya yang demikian lama. Ia menggunakan pilihan kata yang sangat lembut di dalam jiwa, “Terkenang.” Kata ini mewakili keterlamaan rasa dan gelora yang terpendam, bertunas menembus langit-langit realita, transliterasi rasa.

“Ahlan wa sahlan!” kata Rasulullah menyambut perkataan Ali. Senyum mengiringi rangkaian kata itu meluncur dari bibir mulia Rasulullah. Kita tidak usah sebingung Ali memahami jawaban Rasulullah. Jawaban itu bermakna bahwa pinangan Ali diterima oleh Rasulullah seperti yang dipahami rekan-rekan Ali.

Mari kita biarkan Ali dengan kebahagiaan diterima pinangannya oleh Rasulullah. Mari kita melihat dari perspektif yang lebih fokus untuk memahami penolakan pinangan dua lelaki shalih sebelumnya dan penerimaan lelaki shalih yang ini. Kita boleh punya pendapat tersendiri tentang masalah ini.

Ketika Rasulullah menjelaskan alasan kepada Abu Bakar dan Umar berupa penolakan halus, kita tidak bisa menerimanya secara letter lijk. Sebab bisa jadi itu adalah bahasa kias yang digunakan Rasulullah. Misalnya ketika Rasulullah mengatakan bahwa Fathimah masih kecil, tentu saja ini tidak bisa diterjemahkan sebagai kecil secara harfiah, sebab saat itu usia Fathimah sudah hampir delapan belas tahun. Sebuah usia yang cukup matang untuk ukuran masa itu dan bangsa Arab. Sementara Rasulullah sendiri berumah tangga dengan Aisyah pada usia setengah usia Fathimah saat itu. Maka, kita harus memahami kalimat penolakan itu sebagai bahasa kias.

Saat Rasulullah meminta Abu Bakar dan Umar bin Khathab untuk menunggu keputusan, ini juga diterjemahkan sebagai penolakan sebagaimana dipahami dua lelaki shalih itu. Jadi, pernyataan Rasulullah itu bukan pernyataan untuk menggantung pinangan, sebab jika pinangan itu digantung, tentu saja Umar dan Ali tidak boleh meminang Fathimah. Pernyataan itu adalah sebuah penolakan halus.

Atau bisa jadi, saat itu Rasulullah punya harapan lain bahwa Ali bin Abi Thalib akan melamar Fathimah.

Beliau tahu sebab sejak kecil Ali telah bersamanya dan banyak bergaul dengan Fathimah. Interaksi yang lama dua muda mudi sangat potensial menumbuhkan tunas cinta dan memekarkan kuncup jiwanya. Ini dibuktikan dari pernyataan Rasulullah untuk meminta dua lelaki shalih itu menunggu keputusan Allah tentang pinangannya. Jadi, dalam hal ini kemungkinan Rasulullah mengetahui bahwa putrinya dan Ali telah saling mencintai. Sehingga Rasulullah pun punya harapan pada keduanya untuk menikah. Rasulullah hanya sedang menunggu pinangan Ali. Di masa mendatang sejarah membuktikan ketika Ali dan Fathimah sudah menikah, ia berkata kepada Ali, suaminya, “Aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta pada seorang pemuda.” Saya yakin kita tahu siapa yang dimaksud oleh Fathimah. Ini perspektif saya.

Hal ini diperkuat oleh pernyataan singkat Ali, “Aku terkenang pada Fathimah binti Rasulullah.” Satu kalimat itu sudah mewakili apa yang diinginkan Ali. Rasulullah sangat memahami ini. Beliau adalah seseorang yang sangat peka akan apa-apa yang diinginkan orang lain dari dirinya. Beliau memiliki empati terhadap orang lain dengan demikian kuat. Beliau memahami bentuk sempurna keinginan seseorang seperti Ali dengan beberapa kata saja.

Dan jawaban Rasulullah pun menunjukkan hal yang serupa, “Ahlan wa sahlan!” Ungkapan sambutan selamat datang atas sebuah penantian.

Jadi, dengan perspektif ini, kita akan memahami bahwa lelaki shalih yang datang untuk meminang bisa ditolak pinangannya, tanpa akan menimbulkan fitnah di muka bumi ataupun kerusakan yang meluas. Wanita shalihah yang dipinang Salman Al Farisi telah menunjukkan kepada kita, bahwa ia mencintai Abud Darda’ dan menolak pinangan lelaki shalih dari Persia itu.

Rasulullah pun telah menunjukkan pada kita bahwa ia menolak pinangan dua lelaki tershalih di masanya karena Fathimah mencintai lelaki shalih yang lain, Ali Bin Abu Thalib. Di sini, kita belajar bahwa cinta adalah argumentasi yang shahih untuk menolak, dan cinta adalah argumentasi yang shahih untuk mempermudah jalan bagi kedua pecinta berada dalam singgasana pernikahan.

Mari kita dengarkan sebuah kisah yang dikisahkan Ibnu Abbas dan diabadikan oleh Imam Ibnu Majah. Seorang laki-laki datang menemui Rasulullah. “Wahai Rasulullah,” kata lelaki itu, “Seorang anak yatim perempuan yang dalam tanggunganku telah dipinang dua orang lelaki, ada yang kaya dan ada yang miskin.”

“Kami lebih memilih lelaki kaya,” lanjutnya berkisah, “Tapi dia lebih memilih lelaki yang miskin.” Ia meminta pertimbangan kepada Rasulullah atas sikap yang sebaiknya dilakukannya. “Kami,” jawab Rasulullah, “Tidak melihat sesuatu yang lebih baik dari pernikahan bagi dua orang yang saling mencintai, lam nara lil mutahabbaini mitslan nikahi.”

Cinta adalah argumentasi yang shahih untuk menolak. Di telinga dan jiwa lelaki ini, perkataan Rasulullah itu laksana setitis embun di kegersangan hati. Menumbuhkan tunas yang hampir mati diterpa badai kemarau dan panasnya bara api. Seakan-akan Rasulullah mengatakannya khusus hanya untuk dirinya. Seakan-akan Rasulullah mengingatkannya akan ikhtiar dan agar tiada sesal di kemudian hari.

“Cinta itu,” kata Prof. Dr. Abdul Halim Abu Syuqqah dalam Tahrirul Ma’rah fi ‘Ashrir Risalah, “Adalah perasaan yang baik dengan kebaikan tujuan jika tujuannya adalah menikah.” Artinya yang satu menjadikan yang lainnya sebagai teman hidup dalam bingkai pernikahan.

Dengan maksud yang serupa, Imam Al Hakim mencatat bahwa Rasulullah bersabda tentang dua manusia yang saling mencintai. “Tidak ada yang bisa dilihat (lebih indah) oleh orang-orang yang saling mencintai,” kata Rasulullah, “Seperti halnya pernikahan.” Ya, tidak ada yang lebih indah. Ini adalah perkataan Rasulullah. Dan lelaki ini meyakini bahwa perkataan beliau adalah kebenaran. Karena bagi dua orang yang saling mencintai, memang tidak ada yang lebih indah selain pernikahan. Karena cintalah yang menghapus fitnah di muka bumi dan memperbaiki kerusakan yang meluas, insya Allah.

[Shabra Shatilla]

Cinta adalah argumentasi yang shahih untuk menolak, dan cinta adalah argumentasi yang shahih untuk mempermudah jalan bagi kedua pecinta berada dalam singgasana pernikahan.

Surat Petunjuk

Posted by Nisfiyah Sya'baniyah Munir 07.44, under | No comments

“SURAT PETUNJUK UNTUK MENGHADAPI SEGALA PERSOALAN”

Mendengar kata tahajjud (shalat lail/shalat malam),terkadang rasanya tak asaing lagi,tapi tak jarang,sangat asing untuk menghidupkannya disetiap sepertiga malam kita.Padahal Kekuatan,keistimewaan dan hasilnya sangat luar biasa bila dikerjakan secara berkesinambungan.

Alhamdulillah hari ini mendapatkan pencerahan yang luar biasa.Tentang makna shalat tahajjud sebenarnya, dengan mengistiqomahkan tahajud,jiwa dan batin ini rasanya damai.Meski terkadang fluktuasi iman turun dan efektivitas tahajjud lemah.Dan hari ini mendapatkan beberapa poin yang selama ini belum ku ketahui.Pengajian umum tentang pengobatan dengan tahajjud di masjid mujahidin yang disampaikan oleh Prof.Dr.H.M.Sholeh.Drs.M.Pd.PNI AHLI PSIKONEUROIMUNOLOGI PENEMU DAN PENELITI IMMUNITY TAHAJJUD(TAHAJJUD KEKEBALAN) ,Penulis Buku Best Seller TERAPI SHALAT TAHAJJUD Menyembuhkan Berbagai Penyakit BERTOBAT SAMBIL BEROBAT TERPESONA DI KEHENINGAN MALAM.

Menggali Misteri di Balik Kedahsyatan Tahajjud Sembuhkan Segala Penyakit

QS. Al-Isra’/17: 79-80

وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَاماً مَحْمُوْداً.وَقُلْ رَبِّ أَدْخِلْنِى مُدْخَلَ صِدْقٍ وِأَخْرِجْنِى مُخْرَجَ صِدْقٍ وَاجْعَلْ لِى مِنْ لَدُنْكَ سُلْطَاناٌ نَصِيْراً

“Dan pada sebagian malam, bertahajjudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. Dan katakanlah; ‘Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong’.”

Dengan bertahajjud,Kedudukan didunia dan diakhirat sangatlah mulia.Hidup menjadi tenang,tentram dan damai dalam kondisi apapun.Karena segalanya diserahkan kepada Allah SWT. Seorang dokterpun tidak akan bisa menjamin kesembuhan pasien.Inilah pengalaman pribadi seorang dokter specialis yang mengobati pasiennya.Ternyata si dokter juga mengalami keadaan yang sama dan tidak bisa disembuhkan.Subhanallah,dengan tahajjud dan kepasrahannya pada Allah,sembuhlah penyakit itu.

SURAT PETUNJUK UNTUK MENGATASI SEGALA PERSOALAN

QS. al-Muzammil/73: 1-10

ياَأَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ. قُمِ الَّيْلَ إِلاَّ قَلِيْلاً. نِصْفَهُ أَوِانْقُصْ مِنْهُ قَلِيْلاً. أَوْزِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ اْلقُرْآنَ تَرْتِيْلاً. إِنَّا سَنُلْقِى عَلَيْكَ قَوْلاً ثَقِيْلاً. إِنَّ نَاشِئَةً الَّيْلِ هِىَ أَشَدُّ وَطْئاً وَأَقْوَمُ قِيْلاً. إِنَّ لَكَ فىِ النَّهَارِ سَبْحًا طَوِيْلاً. وَاذْكُرِ اسْمَ رَبِّكَ وَتَبَتَّلْ إِلَيْهِ تَبْتِيْلاً. رَبُّ اْلمَشْرِقِ وَاْلمَغْرِبِ لآإِلَهَ إِلاَّ هُوَ فَاتَّخِذْهُ وَكِيْلاً. وَاصْبِرْ عَلىَ مَايَقُوْلُوْنَ وَاهْجُرْهُمْ هَجْرًا جَمِيْلاً.

عن أبى هريرة رضى الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: يَنْزِلُ رَبُّنَا إِلىَ سَمَاءِ الدُّنْيَا حِيْنَ يَبْقَى ثُلُثُ الَّيْلِ اْلأَخِيْرِ فَيَقُوْلُ: هَلْ مِنْ دَاعٍ فَأَسْتَجِيْبُ لَهُ هَلْ مِنْ سَائِلٍ فَأُعْطِيْهِ هَلْ مِنْ مُسْتَغْفِرٍ فَأُغْفِرُ لَهُ حَتَّى يَطْلُعَ اْلفَجْرُ. رواه مسلم

Rasulullah SAW bersabda: “Tuhan kita pada sisa sepertiga malam yang terakhir turun ke langit dunia, kemudian berfirman: Siapapun yang berdo’a pasti Aku kabulkan, Siapapun yang meminta pasti Aku beri, Siapapun yang minta ampun pasti aku ampuni, sampai terbit fajar.” (HR. Muslim).

عن أبى هريرة لما سئل النبى صلى الله عليه وسلم أَيُّ الصَّلاَةِ أَفْضَلُ بَعْدَ الْمَكْتُوْبَةِ قَالَ: الصَّلاَةُ فِى جَوْفِ الَّيْلِ. رواه مسلم وغيره

Dari Abu Hurairah ra. ketika bertanya kepada Nabi SAW tentang shalat apa yang paling utama setelah shalat maktubah (Shalat Lima Waktu)? Nabi menjawab: “SHALAT DI TENGAH MALAM (TAHAJJUD).”

عَلَيْكُمْ بِقِيَامِ اللَّيْلِ فَإِنَّهُ دَأْبُ الصَّالِحِيْنَ قَبْلَكُمْ وَقُرْبَةٌ إِلَى اللهِ تَعَالَى وَمَنْهَاةٌ عَنِ الإِثْمِ وَتَكْفِيْرٌ للِّسَّيِّئَاتِ وَمَطْرَدَةٌ لِلدَّاءِ عَنِ الْجَسَدِ (رواه سلمان الفارسى/الترمذى/الطبرنى/إبن حزيمة/الباغوى)

”Lakukanlah salat tahajjud, karena itu adalah tradisi kaum shaleh sebelum kalian, untuk sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT., pencegah dari perbuatan dosa, penghapus kesalahan dan penyembuh segala penyakit dari tubuh.” (HR. Salman al-Farisi, Tirmidzi, Thabrani, Ibn Khuzaimah, al-Baghawi).

Shalat Tahajud Berjama’ah

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ وَأَبِي هُرَيْرَةَ قَالاَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَيْقَظَ الرَّجُلُ أَهْلَهُ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّيَا رَكْعَتَيْنِ جَمِيعًا كُتِبَا فِي الذَّاكِرِينَ وَالذَّاكِرَاتِ

Barangsiapa bangun malam dan membangunkan keluarganya, lalu keduanya shalat dua rakaat dengan berjama‘ah, maka ditetapkan dalam kelompok orang-orang yang ahli dzikir kepada Allah. HR. Abu Dawud

Berlama-lama dalam Shalat Tahajud

عن عبد الله رضي الله عنه قال: صَلَّيتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً فَلَمْ يَزَلْ قَائِمًا حَتَّى هَمَمْتُ بِأَمْرِ سُوْءٍ قُلْنَا وَمَا هَمَمْتَ قَالَ هَمَمْتُ أَنْ أَقْعُدَ وَأَذَرَ النَّبِيَّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Dari ‘Abdullah ibn Mas‘ud ra. berkata: Aku pernah shalat bersama Nabi saw., ketika itu beliau memanjangkan shalatnya hingga aku menyangka dengan sesuatu yang bukan-bukan. ‘Abdullah ditanya, “Apa yang engkau sangkakan?” Abdullah menjawab, “Aku berpikir untuk duduk lalu meninggalkan Nabi saw. shalat sendirian.” HR. Bukhari

عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ لَيْلَةٍ فَافْتَتَحَ اْلبَقَرَةَ فَقُلْتُ يَرْكَعُ عِنْدَ اْلمِائَةِ ثُمَّ مَضَى فَقُلْتُ يُصَلِّى بِهَافِى رَكْعَةٍ فَمَضَى فَقُلْتُ يَرْكَعُ بِهَا ثُمَّ افْتَتَحَ النِّسآءَ فَقَرَأَهَا ثُمَّ افْتَتَحَ آل عِمْرآنَ فَقَرَأَهَا يَقْرَأُ مُتَرَسِّلاً اِذَا مَرَّ بِآيَةٍ ِفيْهَا تَسْبِيْحٌ سَبَّحَ وَاِذَا مَرَّ بِسُؤَالٍ سَأَلَ وَاِذَا مَرَّ بِتَعَوُّذٍ تَعَوَّذَ ثُمَّ رَكَعَ فَجَعَلَ يَقُوْلُ سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيْمِ فَكانَ رُكُوْعُهُ نَحْوًا مِنْ قِيَامِهِ ثُمَّ قَالَ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ ثُمَّ قَامَ طَوِيْلاً قَرِيْباً مِمَّا رَكَعَ ثُمَّ سَجَدَ فَقَالَ سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلأَعْلىَ فَكاَنَ سُجُوْدُهُ قَرِيْبًا مِنْ قِيَامِهِ . رواه مسلم

Khudzaifah ibn Yaman berkata, “Suatu malam aku shalat bersama Nabi saw., beliau memulai shalatnya dengan membaca surat al-Baqarah. Beliau ruku‘ sesudah membaca seratus ayat pertama, kemudian melanjutkan hingga selesai. Beliau shalat dengan (membaca semua ayat itu) dalam satu rakaat lalu meneruskannya. Sesudah itu beliau ruku‘, kemudian memulai shalat lagi dengan membaca surat an-Nisa’. Lalu membaca surat Ali Imran. Beliau membaca dengan pelan-pelan, jika membaca ayat tasbih, beliau bertasbih. Jika melewati ayat permohonan, maka beliau memohon, dan jika beliau membaca ayat perlindungan maka beliau membaca ta‘awwudz. Kemudian ruku’ seraya mengucapkan, ”Subhanarabbiyal ‘azhim.” ruku’nya sama panjangnya dengan berdirinya kemudian berkata, ”Sami‘allahu liman hamidah.” Lalu berdiri lama seperti lamanya waktu ruku’. Kemudian bersujud seraya berkata, ”Subhana rabbiyal a‘la.” Lama waktu sujudnya hampir mendekati lamanya waktu berdiri. (HR. Muslim)

Mengeraskan Bacaan Shalat tahajud

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَتْ قِرَاءَةُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى قَدْرِ مَا يَسْمَعُهُ مَنْ فِي الْحُجْرَةِ وَهُوَ فِي الْبَيْتِ

Dari Ibn ‘Abbas berkata, “bacaan Nabi saw. pada waktu shalat malam di kamar sampai terdengar orang yang ada dalam rumah.” HR. Abu Dawud

عَنْ أَبِي قَتَادَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ لَيْلَةً فَإِذَا هُوَ بِأَبِي بَكْرٍ رَضِي اللَّه عَنْهم يُصَلِّي يَخْفِضُ مِنْ صَوْتِهِ قَالَ وَمَرَّ بِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ وَهُوَ يُصَلِّي رَافِعًا صَوْتَهُ قَالَ فَلَمَّا اجْتَمَعَا عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَا أَبَا بَكْرٍ مَرَرْتُ بِكَ وَأَنْتَ تُصَلِّي تَخْفِضُ صَوْتَكَ قَالَ قَدْ أَسْمَعْتُ مَنْ نَاجَيْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ وَقَالَ لِعُمَرَ مَرَرْتُ بِكَ وَأَنْتَ تُصَلِّي رَافِعًا صَوْتَكَ قَالَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أُوقِظُ الْوَسْنَانَ وَأَطْرُدُ الشَّيْطَانَ زَادَ الْحَسَنُ فِي حَدِيثِهِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أَبَا بَكْرٍ ارْفَعْ مِنْ صَوْتِكَ شَيْئًا وَقَالَ لِعُمَرَ اخْفِضْ مِنْ صَوْتِكَ شَيْئًا

Tags

Blog Archive