"Tanamkanlah kesadaran yang mendalam tentang keagungan dan kebesaran Allah SWT. Jangan takut kepada siapapun atau mengharapkan suatu manfaat dari siapapun melainkan Allah Azza Wa Jalla. Serahkan segala kebergantunganmu kepada-NYA dan hendaklah kamu yakin kepada-NYA. Apa jua benda yang kamu perlukan, maka hadapkanlah keperluanmu itu kepada Allah SWT dengan penuh rasa keyakinan bahwa keperluanmu itu akan dipenuhi"

Kamis, 17 Juni 2010

bagaimana Entrepreneur sejati itu???

Posted by Nisfiyah Sya'baniyah Munir 22.17, under | No comments

ENTREPRENEUR=PENGUSAHA=PEDAGANG???

Entrepreneur Sejati 1

Bacaan:

Apakah Anda seorang yang berjiwa entrepreneur sejati? Untuk melihat apakah benar demikian, Anda bisa melakukan introspeksi diri apakah Anda sudah memiliki kualitas entrepreneur sejati seperti di bawah ini. Untuk memudahkan mengingat, saya membuat kualitas entrepreneur sejati tersebut berdasarkan abjad, yang saya sebut dengan A-Z kualitas entrepreneur sejati!

Adaptasi, respon yang cepat untuk berubah. Perubahan adalah hal yang tidak bisa dielakkan lagi. Jika kita memiliki kemampuan untuk beradaptasi, maka kita tidak begitu kesulitan membaca perubahan-perubahan yang sedang terjadi dan bagaimana menyikapi perubahan-perubahan itu dengan kreatif.

Berani, kesediaan mengambil resiko gagal. Hidup ini mengandung resiko, bahkan bagian hidup yang terkecil sekalipun memiliki resikonya sendiri. Seorang entrepreneur sejati akan berani mengambil resiko demi mencapai kesuksesan yang lebih besar, tentu saja dengan pertimbangan yang matang.

Commit, kesungguhan adalah syarat mutlak. Segala hal yang dilakukan dengan serius pasti akan membuahkan hasil, sebaliknya jika tidak ada kesungguhan hati, hasilnya tidak akan maksimal atau bahkan gagal total. Ingatlah bahwa tidak ada kesuksesan yang bisa diraih dengan pengorbanan yang setengah, niat yang setengah, semangat yang setengah. Komitmen dan totalitaslah yang bisa mewujudkannya.

Dinamis, anti kemapanan dan berani melakukan hal yang baru. Mereka yang ingin menjadi entrepreneur sejati harus dinamis, kreatif, dan penuh inovasi. Pendek kata, harus anti kemapanan dan menciptakan hal-hal yang baru. Melakukan hal ini adalah tantangan tersendiri, meski demikian entrepreneur sejati akan menikmatinya.

Etos Kerja Positif, menolak bermanja-manja di tempat kerja. Etos kerja positif berarti kita memiliki kedisiplinan diri. Memiliki kesediaan untuk bekerja keras dan menangani pekerjaan yang berat. Tidak “cengeng” dan mengasihani diri secara berlebihan ketika menghadapi kesulitan.

Banyak orang mengaku dirinya seorang entrepreneur, tapi sedikit yang benar-benar entrepreneur sejati.

(Kwik) » Tips ini diambil dari Renungan Harian Spirit Motivator STIS SBI.......... I`M Coming to get experience,knowladge.......... Tobe-To have and To do....

kpd saudaraku yg sdang sakit...

Posted by Nisfiyah Sya'baniyah Munir 21.33, under | No comments

KEPADA SAUDARAKU YANG SEDANG SAKIT

Wahai saudaraku sesama muslim yang sedang sakit…

Wahai saudaraku yang terbaring lemas di atas ranjang putih karena terpaksa…

Wahai saudaraku yang sedang kehilangan kesehatan serta diharamkan menikmati rasanya afi’at…

Assalaamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakaatuhu

Waba’du….

Salah satu bentuk nikmat yang dianugerahkan Allah kepada hamba-hamba-Nya adalah nikmat keselamatan, afiat dan kesehatan. Nikmat tersebut laksana mahkota raja di atas kepalanya, yang tidak dapat dirasakan kecuali oleh mereka yang sedang sakit yang terbaring lemas, merana dan merintih di atas ranjang-ranjang putih. Mereka merasakan kepedihan hati (karena sakit) siang dan malam. Mereka semua berada di bawah naungan kasih sayang Allah. Kemudian juga dalam pengawasan para perawat serta dokter. Mereka tidak memiliki kekuatan ataupun siasat cerdik untuk keluar dari kondisi tersebut, kecuali dengan kemurahan dan rahmat Allah.

Dari itulah, saya merasa berkewajiban menulis surat ini, kepada saudara-saudaraku yang sedang sakit, semoga itu menjadi semacam penghibur serta bukti ikut merasakan penderitaan mereka. Dan semoga kata-kata yang ada di dalamnya mampu berfungsi sebagai peringan rasa sakit yang mereka derita. Lebih dari itu, semoga menjadi peringatan bagi kita semua dengan anugerah Allah dan rahmat-Nya. Dengan memohon pertolongan hanya kepada-Nya saya katakan:

Wahai saudaraku, yang engkau mengetahui, bahwa tiada sesuatupun yang menimpamu kecuali merupakan takdir Allah…

Berbaik sangkalah kepada-Nya sehingga rasa sakit yang menimpamu terasa ringan adanya. Sesungguhnya Allah Mahasayang terhadap hamba-hamba-Nya. Ingatlah selalu firman Allah yang terdapat dalam Hadist Qudsi, “Aku tergantung persangkaan hamba-Ku terhadap-Ku. Jika baik, maka baiklah adanya. Dan jika buruk, maka buruklah adanya.” (HR. Ahmad, Ath-Thabrani dan Ibnu Hibban).

Ketahuilah, jika engkau berbaik sangka kepada Allah, engkau akan merasa ridha dan rasa sakitmu menjadi ringan, sebab engkau yakin sepenuhnya bahwa Allah tidak menakdirkan kecuali kebaikan. Engkau juga sepenuhnya meyakini bahwa Dzat yang menimpakan sakit kepadamu tiada lain kecuali sang Maha Pengasih di antara mereka yang mengasihi, yang mana Dia lebih bersifat kasih sayang kepada makhluk-Nya ketimbang seorang ibu terhadap sang anak.

Wahai engkau yang sedang diuji kesehatan dan ‘afiatmu…

Panjatkanlah pujian kepada Allah Ta’ala, bahwa penyakit serta bala yang menimpamu tidak ditimpakan dalam agamamu. Sebab musibah dalam agama merupakan kerugian besar lagi nyata. Dan hindarilah -semoga Allah memaafkanmu- sikap selalu mengeluh, tidak terima, serta perasaan dongkol atas takdir Allah. Sebab hal itu merupakan perilaku yang tidak sepatutnya dilakukan oleh seorang muslim. Salah seorang ulama salaf pernah berkata, “Tidak satupun musibah yang menimpaku, kecuali aku memuji Allah atasnya, karena empat hal: Pertama, Allah tidak menjadikan musibah tersebut dalam agamaku; Kedua, Dia menganugerahiku sikap sabar terhadapnya; Ketiga, Dia tidak menjadikanya lebih besar; Keempat, Dia menganugerahiku sikap kembali kepada-Nya saat musibah itu ada.”

Wahai, saudaraku… yang engkau mengharap rahmat dan anugerah-Nya…

Janganlah engkau lupa, bahwa sakit menjadi penghapus dosa-dosa dan kesalahan -dengan izin Allah-. Rasulullah pernah bersabda, “Tiadalah kepayahan, penyakit, kesusahan, kepedihan dan kesedihan yang menimpa seorang muslim hingga duri di jalan yang mengenainya, kecuali Allah menghapus dengannya kesalahan-kesalahannya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Maka bergembiralah, wahai saudaraku yang sedang sakit… karena kasih sayang serta rahmat Allah yang masih dikaruniakan kepadamu. Dan ketahuilah -semoga engkau lekas sembuh- bahwa musibah yang menimpamu lebih ringan jika dibanding dengan musibah yang menimpa selainmu. Di luar sana banyak orang yang ditimpa penyakit lebih parah dan lebih serius dari yang menimpamu. Salah seorang penyair pernah berkata, “Dalam setiap rumah pasti ada ujian dan cobaan. Bisa jadi yang menimpa rumahmu adalah jenis cobaan paling ringan (jika engkau mampu mensyukurinya).

Wahai orang yang sedang dilingkupi dan diliputi pelbagai rasa sakit…

Ikhlaskanlah seluruh bentuk penyakit yang menimpamu karena Allah. Sebab kemungkinan besar hal itu telah ditakdirkan Allah sebagai sarana pengangkat derajatmu di akhirat kelak. Tentu jika engkau mampu bersabar dan benar-benar mengharap balasan Allah karenanya. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam pernah bersabda, “Barangsiapa yang Allah menghendaki kebaikan atasnya, maka Dia akan menguji dan menimpakan musibah kepadanya.” (HR. Al-Bukhari). Pun hal itu bisa jadi merupakan ujian dan cobaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seorang mukmin pasti akan diuji oleh Allah. Sebagaimana firman-Nya, “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang orang yang sabar”. (QS. Al Baqarah: 155 ). Juga karena Rasul Shalallahu ‘alaihi wa Sallam pernah bersabda, “Sesungguhnya besarnya pahala (balasan) sangat ditentukan oleh besarnya cobaan. Dan sekiranya Allah mencintai suatau kaum, Dia menguji dan memberikan cobaan kepada mereka.” (HR. Imam At-Tirmidzi, Ath-Thayalisi dan Al-Baihaqi).

Keharusanmu –wahai saudaraku yang ditimpa sakit– adalah bersabar dan mengharap pahala atas apa yang menimpamu. Engkau hendaknya ridha sebagai bentuk aplikasi dari sabda Rasul Shalallahu ‘alaihi wa Sallam, “Barangsiapa ridha atas cobaanya, maka dia berhak mendapat ridla Allah. Barangsiapa marah (atas cobaan yang menimpanya) maka murka Allah akan selalu menyertainya.” (HR. Imam At-Tirmidzi, dihasankan olehnya).

Salah seorang penyair pernah berkata:

Jika takdir diberlakukan padamu sebagai suatu perkara

Terimalah dengan jiwa lapang, apa yang dilakukan takdir

Setiap suatu yang berat pasti ada jalan keluarnya

Dan setiap cobaan pasti ada batas akhirnya

Berlindunglah kepada Allah, Dia akan menghindarkanmu dari segala keburukan

Sesungguhnya Allah melakukan segala apa yang dikehendaki-Nya

Wahai engkau yang berupaya mencari kesembuhan dan mengejar afiat…

Tidak syak, bahwa engkau mencari segala jenis obat yang mungkin bisa mengobati dan menyembuhkan seluruh penyakit yang menjangkitimu. Hal tersebut memang disyari’atkan dan diperintahkan oleh agama, dengan catatan obat tersebut bukan sesuatu yang haram atau yang dilarang menurut syari’at. Sebab Rasul Shalallahu ‘alaihi wa Sallam pernah bersabda, “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menciptakan penyakit berikut obatnya, maka berobatlah. Dan janganlah kalian berobat dengan sesuatu yang haram.” (HR. Ath-Thabrani)

Jika cara penyembuhan serta obat yang dipakai adalah sesuatu yang diperbolehkan oleh syari’at, maka hal itu boleh menurut kaca mata syari’at. Akan tetapi bila yang terjadi sebaliknya, misalnya dengan jalan sihir, perantara dukun, mantra-mantra dan sejenisnya yang diharamkan Allah, maka hal itu sama sekali tidak boleh. Sebab di dalamnya terkandung unsur penipuan, kedustaan, tipu daya, keburukan, kerusakan dan memakan harta manusia dengan cara batil, di samping hal itu juga merusak akidah seorang muslim. Kita berlindung kepada Allah, agar terbebas darinya. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam pernah bersabda, “Barangsiapa mendatangi dukun atau tukang ramal, kemudian ia membenarkan ucapanya, maka ia telah kafir kepada apa yang telah diturunkan kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa Sallam.” (HR. Imam Ahmad dan Al Hakim dari shahabat Abu Hurairah)

Wahai saudaraku yang sedang kehilangan rasa sehat…

Janganlah memperbanyak ratapan, rintihan dan keluh kesah. Sebab para salafus salih memakruhkan dan tidak menyukai sikap seperti itu. Sebab hal itu menunjukkan sifat lemah dan tidak sabar. Hendaknya engkau memperbanyak dzikir, tasbih, takbir dan tahlil. Berupayalah selalu -semoga Allah menyembuhkanmu- melakukan istighfar dan taqarrub kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebab itu merupakan jalan keluar bagi hamba dari penyakit serta kesedihan yang sedang menimpanya. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam pernah bersabda, “Barangsiapa membiasakan Istighfar, Allah akan memberikan baginya jalan keluar dari setiap kesempitanya, menganugerahinya jalan penyelesaian atas kesedihanya dan akan memberinya rezeki dari arah yang ia tidak sangka-sangka.” (HR. Imam Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Al-Hakim dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma).

Saudaraku sesama muslim yang sedang sakit…

Perbanyaklah doa yang tulus serta permintaan kesembuhan yang tiada henti. Sebab Allah menyukai permintaan-permintaan hamba-Nya. Dan manakala Dia melihat adanya kesungguhan, keikhlasan serta kejujuran hamba-Nya, niscaya Dia mengabulkan permintaanya dan mewujudkan harapan harapannya juga akan menghilangkan segala yang ia derita dengan sifat qudrah-Nya, Ke-Maha Keperkasaan-Nya, dan Ke Mahasucian-Nya.

Wahai engkau yang sedang sedih dan rasa sakitmu selalu bertambah…

Jauhilah olehmu terjebak dalam perangkap dan tipu daya setan, sebagaimana yang ia lakukan kepada sebagian orang yang sedang sakit. Yang mana mereka mengira bahwa jalan menuju ringanya rasa sakit, melupakan penyakit yang sedang diderita serta menghibur diri darinya adalah dengan jalan mendengar musik, menikmati lagu-lagu yang diharamkan, menyibukkan diri dengan acara-acara TV yang tidak bermoral atau dengan menyaksikan film-film yang tidak mendidik, yang pada hakikatnya hal itu merupakan jenis penyakit yang serius lagi membahayakan. Hendaknya engkau -semoga Allah memberkahimu- memperbanyak tilawah dan telaah Al-Qur`an, memperbanyak dan menyibukkan diri dengan membaca dan menelaah buku-buku yang bermanfaat. Jika hal itu tidak mampu Anda lakukan, maka di sana tersedia berbagai kaset Islami yang Anda bisa dengarkan dan simak. Terdapat bacaan-bacaan Al-Qur`an, ceramah-ceramah bermanfaat, khutbah-khutbah bermutu serta pelajaran pelajaran berharga yang bisa menghabiskan dan mengisi waktu longgarmu sehingga dapat memperingan dan melupakan rasa sakit yang menimpamu. Di samping hal itu sangat bermanfaat juga mendatangkan banyak pahala bagimu -Insya Allah-.

Wahai saudaraku yang bersabar atas sakit yang menimpamu serta mengikhlaskanya karena mengharap pahala dari Allah…

Ketahuilah, bahwa penyakit yang menimpamu adalah lebih baik bagimu -Insya Allah-. Sebab hal itu mengandung pahala besar serta balasan yang agung. Diriwayatkan dari Shuhaib Radhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Sungguh mengagumkan perkara seorang mukmin. Sesungguhnya seluruh perkaranya adalah baik. Hal itu tidak dimiliki oleh siapapun kecuali orang beriman. Jika dianugerahi perkara yang membahagiakan ia bersyukur, dan itu lebih baik baginya. Jika ditimpa perkara yang merugikannya (kesulitan ataupun lainya) ia bersabar, dan itu lebih baik baginya”. (HR. Muslim)

Tidak hanya itu. Bahkan termasuk kemurahan Allah terhadapmu, Dia memberikan pahala dan balasan atas amal-amal shalih (yang selama sakit engkau tidak dapat melakukanya) akan tetapi engkau selalu melakukanya sebelum sakit. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Jika salah seorang kalian sakit atau bepergian, Allah menulis baginya pahala sebagaimana ketika ia melakukan amal tersebut di saat sebelum sakit atau ketika mukim.” (HR. Imam Al-Bukhari dari sahabat Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu)

Wahai orang yang sedang diuji Allah dengan penderitaan yang tiada seorangpun mampu menghilangkanya kecuali Dia yang Maha Suci….

Jauhilah olehmu sikap putus asa dan pesimisme terhadap rahmat Allah. Sebab hal itu berlawanan dengan petunjuk Islam. Janganlah sekali-kali berharap ajal segera tiba, tatkala penyakitmu bertambah berat dan bertambah keras atau engkau tidak segera sembuh. Sungguh hal itu tidak boleh, sebab Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bersabda, “Janganlah sekali-kali seorang dari kalian berharap mati karena kesempitan atau kemalangan yang menimpanya. Jika dengan terpaksa ia berharap, maka hendaklah ia mengucap, ‘Ya Allah, hidupkanlah aku sekiranya hal itu lebih baik bagiku, dan matikanlah aku, sekiranya hal itu lebih baik bagiku’.” (HR. Imam Ahmad, Al-Bukhari dan Muslim dari sahabat Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu)

Jangan engkau mengira -semoga Allah memberimu kesembuhan- bahwa dalam kematian, engkau menemukan ketenangan dan bebas dari rasa sakit. Sebab penyakit, bisa jadi menjadi sebab bertambahnya kebaikan dan berlipatgandanya pahala sementara engkau tidak mengetahuinya. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bersabda, “Janganlah salah seorang dari kalian mengharap kematian, jika ia orang baik bisa jadi kebaikanya akan bertambah (karena sakit), atau jika ia orang jahat, bisa jadi ia akan diampuni.” (HR. Imam Ahmad, Al-Bukhari dan Imam An-Nasa’i dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu’ Anhu)

Wahai orang yang terhalangi dari bepergian menuju rumah-rumah Allah di muka bumi karena sakit…

Janganlah sekali-kali engkau meninggalkan ataupun meremehkan shalat di saat engkau sakit sehingga melaksanakannya tidak tepat pada waktunya. Sebab hal itu adalah dosa besar serta perkara serius dan membahayakan. Sengaja meninggalkan shalat adalah prilaku kekafiran -Kita berlindung kepada Allah darinya- sebagaimana hal itu difatwakan oleh para ulama. Di samping bahwa sikap menyepelekan dan meremehkan penunaian shalat merupakan dosa besar, pelakunya berada di jurang bahaya besar. Maka hendaknya -semoga Allah menguatkan kita bersama- menjaga pelaksanaan shalat tepat pada waktunya, baik shalat dengan cara duduk, berdiri, berbaring miring, berbaring terlentang dengan wajah ke atas atau sesuai kemampuanmu.

Tidak cukup ini saja, bahkan hendaknya engkau juga memperingatkan orang-orang sakit di sekitarmu tentang keagungan dan pentingnya shalat juga urgensitas penunaianya tepat pada waktunya. Terlebih mereka yang sakit adalah lebih menghajatkan kepada jenis ibadah ini (shalat) dalam kondisi yang seperti itu.

Sebagai penutup…

Saya memohon kepada Allah agar melimpahkan kesehatan dan ‘afiat kepada saya juga kalian semua umumnya. Dan semoga Dia menganugerahi kita semua kesehatan dan keselamatan dari berbagai jenis penyakit baik jenis lahir ataupun batin. Di samping itu saya juga memohon kepada Allah agar kita semua digolongkan menjadi orang yang jika diberi nikmat mampu mensyukuri, jika diuji dapat bersabar, dan jika berbuat dosa dan kesalahan segera meminta ampunan. Sebagaimana saya juga memohon kepada-Nya bagi mereka yang sedang diuji semoga diberikan kesembuhan dan yang sakit semoga segera sehat dan semoga Dia merahmati si mayit dari kalangan kaum muslimin. Sesungguhnya Dialah yang Mahakuasa atas itu semua, dan shalawat serta salam semoga terlimpah kepada Rasul Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam keluarga beserta para shahabatnya…

PUSTAKA AN-NABA

jatuh hati...

Posted by Nisfiyah Sya'baniyah Munir 21.31, under | No comments

Mengapa hati cenderung tertarik dengan dosa-dosa dan menjauh dari pahala?

Mengapa banyak peringatan tidak membuat orang jera berbuat nista?

Mengapa hati tidak tertarik dengan imbalan pahala dan kedudukan yang tinggi di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala?

Bila hati jauh dari dzikrullah, tilawah Al-Qur’an, istighfar, do’a, dan qiyamullayl, maka air mata tak pula meleleh di kala ingat akan dosa atau diingatkan tentang neraka. Saat itulah hati telah keras membatu.

Lalu adakah kiat untuk melembutkan hati itu?

Sesungguhnya kelembutan, kekhusyu’an serta keluluhan hati kepada Sang Pencipta dan Yang membentuk hati-hati tersebut merupakan suatu pemberian dari Ar-Rahman (Yang Maha Penyayang) dan sebuah karunia dari Ad-Dayyan (Yang membuat perhitungan).

Secara fisik, hati adalah salah satu organ tubuh yang sangat penting dalam hidup manusia. Hati adalah pabrik kimia yang terbesar di dalam tubuh yang berfungsi membersihkan darah dari semua racun dan kotoran-kotoran. Hati juga menyimpan vitamin-vitamin yang berguna bagi tubuh dan juga menyediakan mineral yang diperlukan tubuh. Bila terjadi kerusakan di dalam hati, maka akibatnya sangat buruk bagi kehidupan manusia, bahkan bisa mengakibatkan kematian.

Secara hakekat, hati adalah segumpal darah yang merupakan pusat dari panca indera manusia. Ia sangat peka, halus dan tembus. Hati dapat melihat, tetapi tidak terlihat oleh panca indera lahir. Di dalam hadist Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, disebutkan bahwa “….ketahuilah bahwa di dalam tubuh ada segumpal daging jika ia baik seluruh tubuh akan baik jika ia rusak seluruh tubuh akan rusak. Ketahuilah dialah hati. Muttafaq Alaihi.

Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah berkata: “Ketahuilah, sesungguhnya seorang hamba menempuh jalan Allah dengan hati dan tekat bajanya dan bukan dengan fisiknya. Hakikat takwa adalah takwanya hati, bukan takwanya anggota badan.”

Imam Al-Ghozali mengatakan bahwa hati itu ibarat cermin. Bila hati itu bersih, laksana sebuah cermin yang jernih yang bisa memantulkan bayangan diri yang sebenarnya. Cermin yang jernih akan secara jujur memperlihatkan kecantikan dan kekurangan di dalam penampilan seseorang. Setiap perilaku yang baik akan terlihat baik, sedangkan perilaku yang buruk akan jelas terpampang di dalam cermin hati.

Untuk memperoleh ilmu yang sinar cahaya mampu menerangi hati dan meluas dalam dada seseorang harus mampu membersihkan dan membeningkan hatinya terlebih dahulu. Hati yang bersih adalah hati yang terbebas dari ketamakan terhadap urusan duniawi dan tidak pernah digunakan untuk menzalimi sesama dan untuk itu bebaskanlah ia dari semua ini.

Sesungguhnya keadaan hati anda tergantung diri anda sendiri, kebaikan diri anda tergantung pada anda sendiri, dan rusaknya diri anda tergantung pada anda sendiri, karena itu seorang Muslim haruslah senantiasa mengawasi dan berusaha untuk memperbaiki hatinya. Hati mempunyai kemampuan untuk memutar bailk fakta dan kenyataan, sesuatu yang baik dianggap buruk, sedangkan yang buruk dianggap baik. Bid’ah dikatakan Sunnah, sedangkan Sunnah dikatakan Bid’ah, yang hak dianggap bathil dan yang bathil diangap sebuah kebenaran. Hati yang bersih senantiasa cinta kepada iman dan memandangnya indah di sisi Allah, membenci segala dusta dan kebohongan. Bila hati tercemar dari virus-virus kehidupan, segera bersihkan dengan taubat. Hati akan bersih dengan taubat, sedangkan tubuh akan bersih dengan air. Jauhi sendau gurau dan membuat lelucon yang dapat mematikan hati. “Janganlah kalian banyak tertawa, karena banyak tertawa itu akan mematikan hati ” (HR Ibnu Majah).

Salah satu sifat yang mampu membuat hati bercahaya dan tidak kotor adalah senantiasa bergaul (dekat, ingat dan senantiasa merasakan kehadiran-Nya) dan dialog dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hati yang seperti ini tidak akan pernah merasakan galau dalam kehidupan dunia ini adan inilah yang difirmankan oleh-Nya; “Ketahuilah dengan mengingat Allah sajalah hati menjadi tenang dan tentram“. (QS. Ar-Ra’d: 28).

Kemudian selanjutnya seseorang harus berupaya agar dicintai-Nya dan salah satu sifat yang dapat menyampaikan kita untuk maqam cinta adalah sifat zuhud. Zuhud bukan berarti mengharamkan yang halal, tetapi zuhud adalah di mana orientasi hidup tidak diarahkan untuk kepentingan yang sejenak dan sementara (duniawiyah) tetapi hanya Allah, hati tidak terikat dan dikuasa harta benda dunia melainkan penuh dengan cahaya-Nya dan kebesaran-Nya sehingga jika ia berharta, hartanya hanya untuk kebaikan dan mencari ridha-Nya, jika ia punya jabatan, jabatannya untuk menegakkan kebenaran, keadilan dan seterusnya.

Hidupnya hati seorang hamba tentu lebih utama untuk diperhatikan. Jika hidupnya badan membuatnya lancar dalam beraktifitas, maka hidupnya hati membuatnya bahagia dunia dan akhirat; begitu pula sebaliknya.

Subhanallah, sungguh setiap orang yang hatinya dipenuhi dengan cahaya Allah akan terasalah nikmat dan kelezatan hidup yang luar biasa. Allah berfirman: ….cahaya di atas cahaya, Allah membimbing siapa saja yang dikehendaki-Nya pada cahaya-Nya (QS. 24 an-Nur: 35).

Wallahu a’lam bisshawab

PUSTAKA AN-NABA

Selasa, 15 Juni 2010

Saudaraku,inilah Sifat yg Mulia....

Posted by Nisfiyah Sya'baniyah Munir 23.20, under | No comments

Kejujuran adalah sifat yang agung, akhlak yang mengelokkan pemiliknya dan mengangkat sebutanya. Orang yang jujur selalu dicintai manusia. Barang siapa yang banyak jujurnya, niscaya “bersinarlah” hatinya dan kuatlah “pandangannya”. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dikenal dengan kejujuran dan amanahnya, bahkan sebelum beliau menjadi Nabi.

Sesungguhnya kejujuran mengantarkan kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan kepada surga. Sesungguhnya seseorang biasa berlaku jujur hingga ia disebut shiddiq (orang yang senantiasa jujur). Sedang dusta mengantarkan kepada perilaku menyimpang (dzalim) dan perilaku menyimpang mengantarkan kepada neraka. Sesungguhnya seseorang biasa berlaku dusta hingga ia disebut pendusta besar.

Untaian kata-kata di atas adalah hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu yang terhimpun dalam Kitab Hadits Bukhari, Muslim dan Tirmidzi. (HR Bukhari dalam shahihnya bab Adab); (HR Muslim dalam shahihnya bab Al-Birr); (HR Tirmidzi dalam sunannya bab Al-Birr).

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman,bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang jujur”, (QS: At-Taubah: 119). Dalam ayat lain, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Jikalau mereka jujur kepada Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka”, (QS: Muhammad: 21)

“Jujur ialah kesesuaian ucapan dengan hati kecil dan kenyataan objek yang dikatakan” (Fathul Baari, jilid X).

Berkaitan dengan makna hadits di atas, para ulama mengatakan bahwa sikap jujur dapat mengantarkan kepada amal shaleh yang murni dan selamat dari celaan. Sedang kata “al-birr” (kebaikan) adalah istilah yang mencakup seluruh kebaikan. Pendapat lain mengatakan bahwa “al-birr” berarti surga, sedangkan dusta dapat mengantarkan kepada perilaku menyimpang (kedzaliman).

“ Janganlah engkau melihat kualitas diri seseorang itu dari panjang rukuk dan sujudnya, tetapi lihatlah dari kejujuran dan kesetiaan dalam menjalankan amanah”, demikian nasihat Imam Ja’far Ash-Shadiq. Hal ini sesuai dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala , yang artinya : “ Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(-Nya), mereka itu akan bersama-sama orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shadiqin (orang-orang jujur dan mencintai kebenaran), orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang yang shaleh. Dan mereka itu teman sebaik-baiknya”, (QS. An-Nisa: 69). Sikap jujur termasuk keharusan di antara sekian keharusan yang harus diterapkan, dia menjadi fundamen penting dalam membangun komunitas masyarakat. Tanpa sikap jujur, seluruh ikatan masyarakat akan terlepas, karena tidak mungkin membentuk suatu komunitas masyarakat sedang mereka tidak berhubungan sesamanya dengan jujur.

Hakikat kejujuran adalah meraih sesuatu dengan sempurna, menyempurnakan kekuatan dan menyatukan seluruh bagiannya. Kejujuran ada pada niat, ucapan dan amalan. Sikap jujur merupakan naluri dari setiap manusia. Cukup sebagai bukti bahwa anak kecil jika diceritakan tentang sosok seorang yang jujur di satu sisi, dan di sisi lain diceritakan sosok seorang pendusta, engkau lihat, dia akan menyukai orang jujur dan membenci pendusta.

Imam Fudhail bin Iyadh berkata: “Seseorang tidak berhias dengan sesuatu yang lebih utama daripada kejujuran (Hilyatul Auliya, jilid VIII).

Ibnul Qayyim Al Jauziyah, menyatakan, orang jujur yang kuat, adalah orang yang betah bersama Allah, baik pada saat banyak orang maupun pada saat menyendiri. Beliau berkata, “Adapun orang yang betah bersama Allah saat menyendiri saja, tak pernah betah tat kala banyak orang adalah orang jujur namun lemah. Dan orang yang betah bersama Allah di tengah orang banyak, namun tidak betah tat kala menyendiri dan sepi, ia orang sakit.”

“Akhlak terpuji bersumber dari sabar, berani, adil, pemuarh, penyantun, pemaaf, memelihara kesucian, tabah, mendahulukan orang lain, jujur, menghargai jasa orang lain” kata Ibnul Qayyim. Sedangkan sumber akhlak tercela, beliau menunjukkan kibr (sombong) yang melahirkan bangga diri, zalim, hasad, ujub, tirani, senang popularitas, rakus, licik dan kikir

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kita petunjuk, kekuatan dan hidayah-Nya agar bisa memiliki sifat mulia (jujur) ini dan mempertahankannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga menjadi amal shaleh yang akan mengantar kita kepada Jannah-Nya. Amiin.

______________

Dikutip dari buku “Catatan Harian Mukmin Sejati” yang ditulis oleh Abdul Ilahbin Sulaiman Ath-Thayyar. Penerbit: An-Naba Solo
VN:F [1.8.8_1072]

Menebar Salam dan Kasih Sayang

Posted by Nisfiyah Sya'baniyah Munir 22.57, under | No comments

Amal yang dapat mengangkat derajat seseorang adalah dengan menebar salam. Mengucapkan salam merupakan salah satu dustur moral Islam dan sunnah nabawi. Salam merajut hati orang-orang Mukmin dan para anggota masyarakat. Menebar salam artinya menebar salam kepada setiap orang. Menebar salam maksudnya adalah menebar kedamaian. Dengan menebar salam, membuat hati manusia kian dekat dengan yang lain dan mengundang berkah yang melimpah.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu. berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kamu sekalian tidak akan masuk surga sebelum beriman, dan kamu sekalian tidaklah beriman sebelum saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang apabila kamu kerjakan niscaya kamu sekalian akan saling mencintai? Yaitu sebarkanlah salam diantaramu sekalian.” (HR. Muslim)

Dalam hadits ini terkandung sebuah perintah untuk menyebarkan salam diantara masyarakat Islam, sebagai isyarat tersebarnya rasa aman bagi setiap orang yang ditemuinya, ada rasa kasih sayang, persahabatan dalam sentuhan salam yang diucapkan pada orang yang ditemui. Tak ada sedikitpun rasa permusuhan. Salam juga merupakan sarana yang kuat diantara berbagai sarana untuk menumbuhkan rasa lemah lembut, kecintaan dan kasih sayang.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan dalam masyarakat Islam untuk merealisasikan dan menaati akhlak yang tinggi ini, karena terkandung banyak kebaikan didalamnya. Maka beliau bersabda : “ Sesungguhnya kamu bisa masuk ke dalam surga, dan kemenanganmu meraih kenikmatannya, tidak lain kecuali karena iman. Kamu merasakan kemanisan iman karena kamu mencintai sebagian yang lainnya, cinta yang tulus karena mencari ridha Allah, dan sekali-kali kecintaan ini tidak akan tersebar dan tersiar kecuali dengan menyebarkan salam dan menyiarkannya di antara kamu.” (HR. Muslim ).

Al-Qur’an juga menganjurkan bahwa apabila seseorang memberikan salam kepadamu, berikanlah jawaban yang lebih baik. “Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.” (Qs. Al-Nisa [4]:86)

Dari sini jelas bahwa memberi salam adalah perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang harus kita realisasikan dalam kehidupan kita sehari-hari. Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. mengajarkan kita bentuk salam yang dimaksudkan disini seperti hadits riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu. Dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. beliau bersabda: ”Ketika Allah telah menciptakan Adam, maka Allah memerintahkannya: ”Pergilah kepada para malaikat itu dan sampaikanlah salam kepada mereka yang sedang duduk dan dengarkan benar-benar jawaban mereka, maka itu akan merupakan salammu dan anak cucumu kelak. Maka pergilah Adam dan berkata: “Assalamu’alaikum”. Para malaikat menjawab: Assalamu’alaikum warahmatullah” maka mereka menambah :”warahmatullah”. (HR. Muslim)

Karena itu marilah kita sampaikan salam kita kepada sesama muslim. Sebagai wujud Cinta dan kasih sayang pada sesama muslim.

.Dikutip dari “Bersanding Dengan Bidadari di Surga

Penulis Dr. Muhammad bin Ibrahim An-Naim

diterbitkan : Pustaka Daar An-Naba’Solo

>>>Ulama’ memperbolehkan seorang lelaki mengucapkan salam kepada seorang wanita, dan sebaliknya, selama aman daripada fitnah, sebagaimana seorang wanita mengucapkan salam kepada mahramnya, maka wajib juga atasnya untuk menjawab salam daripada mereka. Demikian halnya seorang laki-laki kepada mahramnya wajib atasnya menjawab salam dari mereka. Jika dia seorang ajnabiyah (wanita bukan mahram), maka tidaklah mengapa mengucapkan salam kepadanya ataupun membalas salamnya jika wanita tersebut yang mengucapkan salam, selama aman daripada fitnah, dengan syarat tanpa bersentuhan tangan/jabat tangan dan mendayu-dayukan suara. (SIFAT SALAM RASULULLAH, Oleh: Abdul Malik al-Qosim)

Dalam persoalan kasus salam antar beda jenis yang bukan mahram beberapa hal yang perlu diperhatikan agar terjaga kemurniaan dan efektivitas positifnya adalah bahwa salam itu diucapkan ataupun disampaikan dalam kerangka birr wat taqwa (kebajikan dan ketakwaan), salam itu tepat waktu dan kondisi, salam itu dilandasi ketulusan ikhlas dan aman dari potensi fitnah.

>>>Tidak diperbolehkan memulai salam kepada orang kafir sebagaimana di dalam sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam : “Janganlah mendahului Yahudi dan Nasrani dengan ucapan salam, jika engkau menemui salah seorang daripada mereka di jalan, desaklah hingga mereka menepi dari jalan”. (HR. Muslim) dan bersabda pula Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam : “Jika ahli kitab memberi salam kepadamu maka jawablah dengan wa’alaikum” (Mutafaq alaihi).
UA:F [1.8.8_1072]

.

AL FALAH-"Saatnya Ramaja Islam Berdakwah..."

Posted by Nisfiyah Sya'baniyah Munir 03.30, under | No comments

Remaja Masjid Al Falah Surabaya "Orang yang berangkat ke Masjid dan tidak punya niat selain mempelajari kebaikan atau mengajarkanya akan memperoleh pahala seperti pahala orang yang menunaikan haji dengan Sempurna"( Hadis Riwayat: al-Mundziri)

Remaja Masjid Al Falah Surabaya “Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”

Tags

Blog Archive